Mengungkap Misteri Cinta Sejati Sasha
Aku vs Sepatu
Hak Tinggi! - Me Versus High Heels!
Pengarang : Maria Ardelia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juni 2004
Halaman : 360
Harga : Rp. 48.000,00
Novel ini
dikarang oleh Maria Ernesta Ardelia Purwaningrum alias Mardel. Gadis belia,
ramah dan cerdas ini lahir tanggal 7 November 1987 di Yogyakarta. Saat menulis
novel Me vs High Heels Mardel masih duduk di bangku kelas tiga SMA St.
Theresia. Sejak kecil ia memang senang membaca novel dari berbagai pengarang
diantaranya novel karangan Shakespeare, Meg Cabbot dan Shope Kinsella.
Novel yang berjudul Me versus High Heels ini dapat
dikategorikan sebagai novel fiksi. Novel ini telah terjual hingga cetakan ke
delapan. Novel ini dinilai cukup sukses sehingga diangkat ke layar lebar dengan
judul dan sebagian besar alur cerita yang sama. Film tersebut disutradarai oleh
Pingkan Utari dan dibintangi oleh Ayushita, Hengky Kurniawan, Nuri Maulida, Dwi
Andhika, Ardina Rasti, dan Raffi Ahmad. Naskah filmnya pun ditulis sendiri oleh
Mardel. Setelah itu karena film ini banyak digemari oleh para remaja, maka
dibuatlah serial TV dengan pemeran yang sama. Tahun 2006 Mardel mengeluarkan
kumpulan cerpen teenlit berjudul Idolamu ? Itu Aku!
Plot cerita pada novel Me vs High Heels cukup
sederhana. Sasha adalah cewek tomboi yang suka basket, sepak bola, dan kegiatan-kegiatan
yang lebih banyak didominasi oleh pria. Sasha juga tidak suka memakai sepatu
hak tinggi. Ia terbiasa tampil atau berdandan seenaknya saja, bicara
ceplas-ceplos dan tidak ingin tahu omongan orang lain mengenai dirinya. Sikap
itu membuat orangtua dan sahabatnya, Arnold dan Lola di sekolah geleng - geleng
kepala namun Sasha tetap tak peduli. Sikap cueknya terbukti dalam tingkah
lakunya sehari – hari seperti kebiasaanya buang angin sembarangan bahkan ketika
di depan umum. Padahal sebagai seorang gadis, teman-teman yang sebayanya sudah
mulai memikirkan penampilan yang cantik untuk memikat lawan jenis.
Sasha bersahabat dengan Roland dan Lola. Mereka
bertiga bersekolah di SMU yang sama. Suatu hari, saat Sasha sedang makan malam
bersama dengan kedua orang tuanya, Sasha tidak sengaja menabrak seorang pria
yang mirip dengan idolanya. Sampai dirumah pun dia masih mengingat-ingat sosok
pria tersebut. Saat dia bercerita hal tersebut kepada Dondon, Sasha pun
mengetahui bahwa pria itu adalah Arnold yang ternyata adalah saudara tiri
Dondon. Dondon juga memberitahukan tipe gadis yang disukai oleh Arnold. Arnold
menyukai gadis feminim, suka dandan, dan suka memakai sepatu highheels.
Tanpa disadari, sejak saat itu Sasha ternyata telah
menaruh hati pada Arnold.
Setelah mengetahui tipe gadis yang disukai Arnold,
Sasha pun menceritakan kepada Lola dan Roland. Awalnya Lola tidak menyetujui
niat Sasha untuk merubah penampilannya. Namun akhirnya Lola pun mendukung Sasha
untuk merubah penampilannya, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Saking
jatuh cintanya, Sasha sampai rela berubah jadi cewek yang disukai Arnold. Sasha
belajar menjadi gadis feminin, suka dandan, dan senang memakai high heels,
alias sepatu hak tinggi, Ia pun tak berani mengaku suka basket . Perlahan –
lahan Lola mengajari Sasha menjadi gadis yang seutuhnya. Hal tersulit bagi
Sasha adalah saat dia harus belajar memakai sepatu hak tinggi. Namun karena
kegigihanya, Sasha pun berhasil menjadi seorang cewek yang feminim.
Sayang, meskipun ia telah melakukan segalanya, bahkan
mengorbankan kesenangan- selama ini, Arnold ternyata tidak benar-benar jatuh
cinta padanya. Di pesta ulang tahunnya yang ke tujuh belas, Arnold menyatakan
bahwa dia menyukai seorang gadis bernama Dina bukan Sasha. Hancurlah perasaan
Sasha. Segala pengorbanan Sasha sia-sia. Sampai pada akhirnya, dia menyadari
bahwa ada pria lain yang jauh lebih mencintai dirinya apa adanya. Pria itu
adalah Roland, karena ia mengerti kalau penampilan tomboi Sasha itu disebabkan
oleh sebuah trauma. Kakak perempuannya yang feminim tewas gara-gara diperkosa
sekelompok pemuda jalanan. Akhirnya Sasha dan Roland pun memutuskan untuk
berpacaran.
Dengan akhir cerita yang tidak diduga seperti ini,
membuat para pembaca menjadi penasaran saat membaca novel ini. Karena banyak
kejadian-kejadian yang tak terduga ada di dalam cerita. Seperti halnya, siapa
laki-laki yang benar-benar mencintai Sasha dengan apa adanya, siapa yang
mengirimkan puisi kepada Sasha setiap hari yang beridentitaskan AR yang mungkin
pembaca berfikir bahwa itu Arnoldus Rennov, dan ternyata inisial AR itu adalah
Anggara Ronaldo. Selain itu hal yang paling membuat pembaca penasaran adalah
alasan Sasha yang tidak ingin menjadi seorang cewek yang feminim, ternyata hal
Itu terjadi karena dia trauma akan kejadian di masa lampau yang menimpa
kakaknya.
Bahasa yang digunakan oleh Maria Ardelia dalam menulis
novel ini mudah dimengerti karena menggunakan bahasa yang sederhana dan
bercirikan anak muda. Alur cerita yang ada pun tidak bertele – tele sehingga
pembaca yang memang ditujukan untuk kalangan remaja dapat dengan mudah memahami
pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis. Kekuatan cerita ada pada
karakter Sasha yang mudah terpengaruh dan berubah 180 derajat setelah bertemu
dengan pria tampan sehingga kemudian menjadi sosok gadis yang feminim.
Namun novel ini juga memiliki kekurangan antara lain
tidak tepatnya penggunaan kata sesuai EYD, misalnya di novel ini tertulis
“kaus” bukan kaos, tokoh Roland tidak memiliki porsi yang cukup / kurang
menonjol sebagai tokoh pria kedua dalam cerita, serta pada bagian akhir cerita
kurang dramatis diceritakan kisah antara Sasha dan Roland.
Namun terlepas dari kekurangan tadi novel ini tetap
menjadi novel yang memiliki nilai kehidupan yang amat sangan patut untuk di
terapkan dimana dalam novel ini, sang penulis, Maria Ardelia ingin menyampaikan
kepada para pembacanya, bahwa walaupun cinta itu dapat merubah segalanya tetapi
dengan mencintai seseorang bukan berarti harus merubah orang itu sepenuhnya.
Kita harus bisa mencintai orang dengan apa adanya.