Kamis, 12 Maret 2015

MAKALAH TUGAS PANCASILA PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI AGAMA

01.27



MAKALAH TUGAS PANCASILA
PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI AGAMA






                                         Disusun Oleh :
                1.    Winda Try Astuti                (4611414001)
                2.     Jevita Fitria                         (4611414039)
                3.    Feroza Rosalina Devi          (4611414024)
                4.   Nerly Angraeni                    (4611414035)
                5.   Tika Jeni Ramadhani           (4611414015)








UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2014/2015












KATA PENGANTAR


            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Pancasila yang berjudul “Makalah Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Agama”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
            Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah pendidikan Pancasila di Universitas Negeri Semarang. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Arif Purnomo selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Pancasila  dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
            Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Semarang, 29 Oktober 2014

Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi oleh negeri yang mayoritas berpenduduk muslim pada awal pembentukannya adalah bagaimana mendudukkan agama dalam kehidupan bernegara. Selain Indonesia, negara-negara di Timur Tengah, Afrika Utara, maupun Asia Selatan juga mengalami problem yang sama. Hal ini terkait dengan respon dinamika terhadap arus nasionalisme dan demokrasi, semenjak abad 20. Selain itu yang menjadi faktor penting dalam kaitan ini adalah posisi Islam di dalam negara. Terjadinya simpang pemahaman umat Islam dalam persoalan inilah yang banyak melahirkan gesekan antara mereka yang menginginkan Negara Islam, Islamisasi negara, maupun negara sekuler.
Perbedaan relegius dan politik dalam komunitas muslim tampak jelas dalam wacana Pancasila sebagai dasar negara. Semenjak awal kemerdekaan hingga menjelang runtuhnya Orde Baru, dinamika “Islam versus Pancasila” telah mempengaruhi sebagian besar perdebatan dan wacana pemikiran politik Indonesia Dalam catatan sejarah, tuntutan-tuntutan Islam politik atas negara sangat tampak dalam pemberontakkan mulai dari Darul Islam melawan Pemerintahan Pusat antara tahun 1948-1962, kasus kudeta DI/TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam. Atau kasus tentang pemberontakan tentara GAM.

Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian itu bersumber pada perbedaan dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dengan ideologi yang mereka anut. Dengan kata lain mereka yang melakukan kudeta atas dasar keyakinan akan prinsip yang mereka anut adalah yang paling baik, khususnya bagi orang-orang yang berlatar belakang prinsip agama.



1.2.      Rumusan Masalah
1.                  Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia dimana terdapat beragam kepercayaan agama khususnya islam?
2.                  Apa perbedaan mendasar ideologi pancasila dengan ideologi yang berlandaskan islam?

1.3.      Tujuan
1.                  Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok dengan agama.
2.                  Untuk mengetahui perbedaan mendasar ideologi pancasila dengan ideologi yang berlandaskan islam.





















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perdebatan Para Founding Father Mengenai Dasar Negara
Perdebatan berlangsung tatkala para the founding fathers yang tergabung dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) membahas bentuk dasar negara dan bentuk pemerintahan.[14] Dari 62 anggota BPUPKI, terbagi dua arus besar; golongan nasionalis sekuler serta nasionalis Islami. Namun, dari jumlah itu, hanya 25 % saja yang dianggap mewakili kepentingan Islam, selebihnya mewakili pandangan nasionalisme sekuler yang dalam hal ini enggan membawa agama dalam masalah kenegaraan. Sehingga tampaknya dukungan pemerintah pendudukan Jepang kepada Islam tak dapat lagi diharapkan.[15]Perdebatan berlangsung dalam rapat anggota BPUPKI menyangkut dasar negara dan perumusan Undang-Undang Dasar.
Anggota tersebut dilantik pada tanggal 29 Mei 1945 dengan ketuanya Dr.KRT. Radjiman Wedyodiningrat, seorang mistikus Jawa.BPUPKI menyelesaikan dua kali sidang.Sidang pertama berlangsung dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945.rangkaian sidang selanjutnya berlangsung sejak tanggal 10 hingga 16 Juli 1945, dengan tambahan 6 anggota baru. Di antara wakil dari kelompok Islam yaitu; K. H. Mas Mansur, Abdul Kahar Muzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Masykur, K.H. A. Wahid Hasyim, Abikusno Cokrosujoso, H. Agus Salim, Sukiman Wiryosanjoyo, K.H. A. Sanusi, dan K.H. Abdul Halim, sedangkan wakil dari kelompok nasionalis, antara lain, Rajiman Widiodiningrat, Soekarno, Mohammad Hatta, Prof. Soepomo, Wongsonegoro, Sartono, R. P. Soeroso, Dr. Buntaran Martoatmojo dan Muhammad Yamin, untuk Ketua dan wakil ketua BPUPKI dijabat oleh Rajiman Widiodiningrat dan R. P. Soeroso, ini menunjukkan bahwa kepemimpinan BPUPKI berada di tangan kelompok nasionalis. Akan tetapi karena banyaknya anggota Badan Penyelidik yang malah dikhawatirkan akan membawa kegagalan Badan Penyelidik itu sendiri (atas perdebatan yang semakin memanas) maka dibentuklah Panitia Kecil BPUPKI yang hanya terdiri dari 9 orang itu, yaitu: empat orang dari kalangan Islam (H. Agus salim, K.H. Wahid Hasyim, Abikusno, dan Abdul Kahar Muzakkir) dan lima orang dari kalangan Naionalis (Soekarno, Mohammad Hatta, A. A. Maramis, Achmad Subarjo, dan M. Yamin).
Dalam panitia ini, Islam politik mempunyai kepentingan untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara, sebab menurutnya yang paling banyak berkorban dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah kelompok Islam.Kepentingan tersebut menimbulkan reaksi keras dari kelompok nasionalis sekuler yang memang secara kuantitatif anggota mereka dalam badan ini merupakan mayoritas, sebagai jalan tengah akhirnya Jepang membentuk “Panitia Sembilan” di atas.
Dalam perdebatan tentang dasar negara, para anggota sidang BPUPKI mengajukan tiga hal yang berkenaan dengan dasar negara. Pertama, apakah Indonesia akan dijadikan sebagai negara kesatuan atau negara federal (bondstaat) atau negara perserikatan (statenbond), kedua, masalah hubungan agama dan negara, dan yang ketiga, apakah negara akan menjadi republik atau kerajaan. Saat itu, kata KH. A. Wahid Hasyim, seorang wakil Islam dari NU, memang terdapat tiga kelompok yang mendominasi perpolitikan; golongan Islam, golongan nasionalis, dan golongan sosialis.

2.2. Keberadaan Pancasila dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama islam, Pancasila sendiri yang sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.
Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha Esa membuat para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai.
Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.

Bentuk Kolaborasi Pancasila dengan Agama

Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan.Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri.Yang harus disadari adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam.Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan.Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia.
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara.Namun saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama.Konsep negara yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna.Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis.Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun.Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya.Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan.Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi kemungkinan itu.Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas – minoritas.Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan oleh sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda terlibat didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam! Apakah yang anda pikirkan dan bagai mana perasaan di hati anda ketika sebuah kebenaran dan moralitas pada hati nurani anda ditentukan oleh agama lain yang bukan anda anut?
Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka diterapkanlah aturan tersebut.Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus menggunakan jilbab.Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada?Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai olah putri daerah.Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa Indonesia yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas di sana. Jika memang anda cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.


2.3  Perbedaan Ideologi Pancasila dengan Ideologi yang Berlandaskan Islam
a. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai suatu Ideologi tidak bersifat tertutup dan kaku, tetapi bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa Ideologi pancasila besifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan  rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar dalam mengatur kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai kandungan Pancasila dilestarikan dari generasi ke generasi.
Hakikat Ideologi Pancasila
Sebagai Ideologi, pancasila mencangkup pengertian tentang ide, gagasan, konsep dan pengertian dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Kelima sila Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencangkup semua nilai yang terkandung di dalamnya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap Pancasila adalah sebagai berikut:
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa; Mengandung nilai spiritual, memberikan kesempatan yan seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk berkembang di Indonesia.
Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai religius yaitu nilai yang terkait dengan keterikatan individu dengan suatu hal yang dianggapnya mempunyai kemampuan sakral, suci, agung dan mulia. mengerti ketuhanan jadi pandangan hidup yaitu mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yaitu membangun masyarakat indonesia yang mempunyai jiwa ataupun motivasi untuk meraih ridlo tuhan didalam tiap-tiap perbuatan baik yang dikerjakannya. Dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar ketuhanan yang maha esa itu yaitu negara yang menjamin kemerdekaan setiap penduduknya buat memeluk agama dan beribadat menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dari basic ini juga, bahwa satu keharusan untuk masyarakat warga indonesia jadi masyarakat yang beriman pada tuhan, dan masyarakat yang beragama, apa pun agama dan kepercayaan mereka.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; Mengandung nilai kesamaan derajat maupun hak dan kewajiban, cinta-mencintai, hormat-menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong.
Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu pembentukan satu kesadaran perihal kedisiplinan, jadi asas kehidupan, karena tiap-tiap manusia memiliki potensi untuk jadi manusia prima, yakni manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya pasti lebih gampang terima kebenaran dengan tulus, lebih barangkali buat mengikuti tata langkah dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengetahui hukum universal. Kesadaran inilah sebagai motivasi membangun kehidupan masyarakat dan alam semesta untuk meraih kebahagiaan dengan usaha gigih, dan bisa diimplementasikan didalam wujud sikap hidup yang serasi penuh toleransi dan damai.
Sila Persatuan Indonesia; Dalam masyarakat Indonesia yang pluralistik mengandung nilai persatuan bangsa dan persatuan wilayah yang merupakan faktor pengikat yang menjamin keutuhan nasional atas dasar Bhineka Tunggal Ika. Nilai ini menempatkan kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Persatuan (Kebangsaan) indonesia
Persatuan yaitu paduan yang terdiri atas bagian-bagian, kehadiran indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan hanya untuk bersengketa. Bangsa indonesia ada untuk mewujudkan kasih sayang pada seluruh suku bangsa dari sabang sampai marauke. Persatuan indonesia, bukan hanya sesuatu sikap ataupun pandangan dogmatik dan sempit, tetapi kudu jadi usaha untuk lihat diri sendiri dengan lebih objektif dari dunia luar. Negara kesatuan republik indonesia terbentuk didalam proses histori perjuangan panjang dan terdiri dari berbagai macam kelompok suku bangsa, tetapi perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan namun justru jadikan persatuan indonesia.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan; Menunjukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang diwujudkan oleh persatuan nasional yang nyata (real) dan wajar. Nilai ini mengutamakan kepentingan Negara dan bangsa dengan mempertahankan penghargaan atas kepentingan pribadi dan golongan, musyawarah untuk mufakat, kebenaran, dan keadilan.
Permusyawaratan dan Perwakilan
Jadi makhluk sosial, manusia memerlukan hidup berdampingan dengan orang lain, didalam interaksi itu umumnya terjadi kesepakatan, dan saling menghormati satu sama lain atas basic tujuan dan keperluan berbarengan. Prinsip-prinsip kerakyatan sebagai dambaan utama buat membangkitkan bangsa indonesia, mengerahkan potensi mereka didalam dunia moderen, yaitu kerakyatan yang dapat mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau ada didalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan. Hikmah kebijaksanaan yaitu keadaan sosial yang menampilkan rakyat berpikir didalam step yang lebih tinggi jadi bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran berazaskan kelompok dan aliran spesifik yang sempit.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; Mengandung nilai keadilan, keseimbangan antara hak dan kewajiban, penghargaan terhadap hak orang lain, gotong royong dalam suasana kekeluargaan, ringan tangan dan kerja keras untuk bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Keadilan Sosial
Nilai keadilan yaitu nilai yang menjunjung norma menurut ketidak berpihakkan, keseimbangan, dan pemerataan terhadap satu perihal. Mewujudkan keadilan sosial untuk semua rakyat indonesia adalah dambaan bernegara dan berbangsa. Itu seluruh berarti mewujudkan kondisi masyarakat yang bersatu dengan organik, di mana tiap-tiap anggotanya memiliki peluang yang sama untuk tumbuh dan berkembang dan studi hidup pada kekuatan aslinya. Semua usaha diarahkan pada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan mutu rakyat, hingga kesejahteraan terwujud dengan merata.
b. Ideologi Islam
Ideologi Islam (Arab: الإسلامɪ (bantuan·info) al-'islāmiyya) adalah sistem politik yang berdasar akidah agama Islam. istilah dan definisi ideologi Islam mempunyai istilah dan definisi yang berbeda-beda di antara para pemikir terkemuka Islam.

Ciri ideologi Islam :

Di bawah ini adalah ciri-ciri ideologi Islam menurut beberapa pihak:
  • Sumber: Wahyu Allah SWT kepada Rasul-rasul Allah. Menjadi landasannya.
  • Dasar kepemimpinan ideologis: La ilaha illallah (menyatukan antara hukum Allah SWT dengan kehidupan).
  • Kesesuaian dengan fitrah: Islam menetapkan manusia itu lemah. Jadi, segala aturan apapun harus berasal dari Allah SWT lewat wahyu-Nya.
  • Pembuat hukum dan aturan: Allah SWT lewat wahyu-Nya. Akal manusia berfungsi menggali fakta dan memahami hukum dari wahyu.
  • Fokus: Individu merupakan salah satu anggota masyarakat. Individu diperhatikan demi kebaikan masyarakat, dan masyarakat untuk kebaikan individu.
  • Ikatan perbuatan: Seluruh perbuatan terikat dengan hukum syaro'. Perbuatan baru bebas dilakukan bila sesuai dengan hukum syaro'.
  • Tujuan tertinggi yang hendak dicapai: Ditetapkan oleh Allah SWT, sebagaimana telah dibahas.
  • Tolak ukur kebahagiaan: Mencapai ridho Allah SWT, yang terletak dalam ketaatan dalam setiap perbuatan.
  • Kebebasan pribadi dalam berbuat: Distandarisasi oleh hukum syaro'. Bila sesuai, bebas dilakukan. Bila tidak, maka tidak boleh dilakukan.
  • Pandangan terhadap masyarakat: Masyarakat merupakan kumpulan individu yang memiliki perasaan dan pemikiran yang satu serta diatur oleh hukum yang sama.
  • Dasar perekonomian: Setiap orang bebas menjalankan perekonomian dengan membatasi sebab pemilikan dan jenis pemiliknya. Sedangkan jumlah kekayaan yang dimiliki tidak boleh dibatasi.
  • Kemunculan sistem aturan: Allah SWT telah menjadikan bagi manusia sistem aturan untuk dijalankan dalam kehidupan yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW. Manusia hanya memahami permasalahan, lalu menggali hukum dari Al Qur'an dan As Sunnah.
  • Tolok ukur: Halal dan haram.
  • Penerapan hukum: Atas dasar ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan dari masyarakat.
Selain ciri-ciri diatas, ideologi Islam juga memiliki beberapa karakteristik. Antara lain:
Ide
Metode








BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Islam adalah Al Qur’an dan Pancasila adalah UUD 45. Kedua ideologi ini adalah dasar hidup yang berbeda asal-usul dan tujuannya. Apa tujuan Allah menciptakan manusia tentunya sudah sangat diketahui oleh kita semua. Sedangkan Pancasila tentunya juga sudah menjadi pengetahuan publik Indonesia khusunya, yaitu untuk mempersatukan kemajemukan bangsa Indonesia. Macam-macam budaya, ras dan agama dari Sabang sampai Merauke haruslah disatukan dalam sebuah ikatan agar Indonesia tidak terpecah belah.
Jadi Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.
3.2 Saran
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.









DAFTAR PUSTAKA

Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila dengan Kelangsungan Agama, Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
http:// www.google.co.id
http:// www.kumpulblogger.com
         http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi_Islam
http://www.g-excess.com/pengertian-dan-makna-ideologi-pancasila.html

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Just Share The Knowledges. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top